Rute Perjalanan Keyakinan
Perasaan cinta antara dua sejoli aduhai rasanya. Isi lirik lagu yang dinyanyikan Edi Silitonga menggambarkan amboi-nya perasaan ini.
Dia jauh aku cemas tapi hati rindu
Dia dekat aku senang tapi salah tingkah
Dia aktif aku pura-pura jual mahal
Dia diam aku jadi penasaran
Jatuh cinta berjuta rasanya
Dan perasaan cinta begini bisa berlanjut ke dalam perkawinan. Ada yang melangkah dibarengi keyakinan yang sama dan ini yang umum.
Namun, ada juga yang berani melangkah ke pelaminan sekalipun pasangan berbeda keyakinan seperti pasangan Christian Sugiono dan Titi Kamal, Nadine Chandrawinata dan Dimas Anggara, Asmirandah dan Jonas Rivano, Lydia Kandou dan Jamal Mirdad yang menyanyikan lagu Hati Selembut Salju, yang populer di tahun 80-an.
Saya hanya akan bahas perkawinan pasangan agama Kristen, bukan pasangan non-Kristen atau pasangan beda agama.
Di awal pernikahan mungkin semua happy-happy saja kalau pasangan orang Kristen kawin apalagi kalau denominasi masih sama.
Kalau denominasi berbeda, sudah pasti ini akan mengundang perenungan seperti pemuda yang beragama Kristen Protestan dengan gadis beragama Katolik.
Sekalipun sama-sama percaya kepada Yesus, tetapi dalam beberapa prinsip yang mendasar berbeda. Apakah perkawinan seperti ini masih bisa disebut pernikahan yang seiman seperti yang dituliskan Paulus kepada orang Korintus- saya masih belum yakin. Ia menulis agar orang percaya kawin dengan orang percaya juga.
Perubahan Rute Perjalanan Keyakinan
Namun, di tengah perjalanan hidup perkawinan, keyakinan suami isteri dapat berubah. Suami atau isteri bisa mengambil rute perjalanan iman yang berbeda.
Sekalipun sama-sama menyembah Tuhan yang sama, ada peluang muncul perbedaan keyakinan. Tidak selalu pasangan yang baru kawin sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan sekalipun ini tidak mudah ditelusuri.
Bisa saja seseorang seperti orang yang sungguh-sungguh beriman kalau memperhatikan aktifitas kerohanian- rajin melayani di gereja, rajin ke kebaktian, ikut pemahaman Alkitab, dan lain-lain.
Namun, ini tidak menjadi jaminan apakah orang itu sudah sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan. Sosok yang mudah diingat adalah Yudas Iskariot. Tiga setengah tahun ikut Yesus, ternyata ia tidak termasuk orang suci. Ia binasa selama-lamanya. Mengerikan.
Jalan hidup seseorang tidak bisa diprediksi; demikian juga perjalanan keyakinan. Tidak dapat diramal kapan seseorang sadar akan tujuan hidupnya.
Ketika umur bertambah,
kesadaran tentang apa tujuan hidup bisa menjadi bahan renungan yang
dalam. Ini sering terjadi saat seseorang berumur 40-
an.
Bisa muncul pergulatan seperti yang dialami perempuan Samaria yang ditulis Yohanes. Apalagi kalau perjalanan spritualitas itu disertai dengan kesulitan dan penderitaan yang merangsang hati dan pikiran untuk mereposisi keyakinan.
Ketika itu
terjadi dan Tuhan bekerja dalam diri seseorang, ada dorongan yang kuat
untuk bertindak dan mengambil jalan yang merubah wawasan hidup.
Suami
atau isteri pun harus memutuskan jalan kerohanian yang harus ditempuh.
Suami atau isteri menemukan makna dan arti hidup yang sesungguhnya.
Yang tadinya sama-sama pergi ke satu gereja, di tengah perjalanan bisa berubah. Suami pergi mendengar khotbah yang 'konservatif,' isteri bisa tetap mendengar khotbah yang menyenangkan telinga.
Bisa juga terjadi sebaliknya; isteri pergi mendengar khobah yang konservatif, suami mendengar khotbah yang memuaskan kuping.
Rute Perjalanan Keyakinan
Sebuah
kebahagiaan kalau suami-isteri berjalan beriringan; keduanya sama-sama
pergi ke gereja yang sama dan mendengar khotbah-khotbah yang
konservatif, yang memberi peluang keyakinan semakin bertumbuh dan makin
teguh percaya kepada Tuhan. Namun, ini tidak selalu terjadi.
Yang
lebih buruk kalau keduanya mendengar khotbah yang ajarannya aneh, dan
sudah pasti ini akan berdampak pada sikap dan perilaku.
Mungkin
juga suami-isteri sama-sama mendengar khotbah yang konservatif, tetapi
muncul perbedaan respon. Ada benih yang jatuh di pinggir jalan; ada
benih yang jatuh di atas batu; ada benih yang jatuh di semak duri; dan
ada benih yang jatuh di tanah yang baik.
Suami
bisa memperhatikan khotbah dengan serius sedangkan isteri asyik
mengutak-atik hp; khotbah masuk kuping kanan keluar kuping kiri. Bisa
juga sebaliknya.
Perubahan rute perjalanan keyakinan- itulah
yang terjadi pada beberapa teman termasuk teman yang saya temui beberapa
hari lalu di satu pertemuan.
Saya tanya, "Isteri bergereja di mana?" "Di gereja sebelah, Pak," sahutnya sambil menyebut nama denominasi gereja.
Suami
pergi ke gereja yang menyajikan khotbah yang konservatif sedangkan
isteri memilih stay di rumah dengan memilih menu dari gereja di sebelah.
Tentu, suami atau isteri bisa cemas kalau pasangannya tidak
pergi ke gereja yang sama. Pasangan bisa tidak 'happy' kalau pasangannya
tidak sama-sama pergi ke surga.
Suami
atau isteri adalah belahan dari pasangannya. Hati siapa yang tidak
gundah kalau pasangannya tidak seiring sejalan dalam perjalanan rohani.
Asyik
kalau suami isteri bisa seiring sejalan dalam rute perjalanan keyakinan; bisa
sama-sama mendengar khotbah yang baik dan memberikan respon yang relatif
sama. Mungkin tidak selalu sama intensitasnya, tetapi masih dalam rute
yang sama.
Suami isteri tidak hanya
bisa membicarakan hal-hal yang biasa seperti makanan, pendidikan anak,
liburan ke mana atau harta, tetapi dapat juga sama-sama membicarakan
kebenaran yang lebih dalam di saat anak sudah tidur; berduaan
membicarakan masa depan yang jauh lebih indah dan bahagia dari apa yang
dirasakan saat ini. Ini mungkin hanya terjadi dalam khayalan.
Anda
bisa mengenang kembali saat-saat indah masa pacaran dengan pasangan
Anda dan merubah topik pembicaraan dengan hal-hal yang hakiki. Lebih
amboi rasanya. (JM)
Copyright 2009-2020 putra-putri-indonesia.com