Setelah 21 tahun memiliki kartu kredit Citibank, hari Kamis lalu, saya secara resmi menutupnya. Total tagihan sebanyak Rp24.700.000 saya bayar.
Alasannya sederhana. Saya tidak mau memiliki gaya hidup berhutang dengan fasilitas kartu, yang dianggap orang memberi kemudahan. Lebih baik saya hidup tanpa kartu tersebut dan mulai mengembangkan gaya hidup 'belanja-kalau-ada-uang', bukan 'belanja-sekalipun-tidak-ada-uang.'
Tentu masih ada alasan lain. Selama satu tahun terakhir, saya jarang memakai kartu tersebut. Hanya dua kali kartu itu digunakan, yaitu saat saya belanja online ke luar negeri.
Menutup 'credit card'? Anda mungkin tidak setuju. Sah-sah saja. Pertama, bila disimak lebih dalam, memiliki kartu bisa menjerat Anda pada gaya hidup berhutang.
Coba lihat bagaimana Anda menggunakan
kartu tersebut. Sering kartu digunakan dengan harapan bahwa tagihannya
dapat dibayar pada akhir atau awal bulan sebab pada waktu itu gaji
bulanan dari perusahaan dapat menutupnya. Bila Anda berbelanja dengan
'credit card' dan Anda memiliki uang di 'saving account' untuk
membayarnya pada akhir bulan- ini wajar.
Memiliki
kartu atau tidak- ini merupakan pilihan. Apakah Anda belanja dengan
uang di tangan atau Anda berbelanja tanpa uang di tangan atau berhutang-
ini merupakan gaya hidup. Dua-duanya merupakan pilihan yang bisa
diterima. Namun, masing-masing pilihan berakar pada falsafah
tertentu dan punya akibat. Bagi yang mau belanja kalau ada uang adalah
pilihan yang masuk akal. Maksudnya, Anda belanja kalau Anda punya uang
di tangan atau di saving account.
Bagi yang memilih belanja dengan meminjam- ini pilihan tidak bijak. Ini bisa berujung pada hutang yang makin lama makin menumpuk.
Kedua,
dalam jangka panjang, belanja tanpa kartu kredit berarti Anda tidak
membayar bunga yang tidak seharusnya Anda bayar. Sering kali pemegang
kartu hanya mampu membayar 'minimum payment' dan membiarkan dirinya
di-charge oleh bank yang mengeluarkan kartu dengan bunga mulai dari 2.5
sampai dengan 4 %. Kalau Anda dikenai bunga pada kisaran 2 persen- ini
masih masuk akal. Tetapi, kalau Anda dikenai bunga pada kisaran 4 %- ini
bisa dipertanyakan. Ini berarti Anda membiarkan diri Anda diperas oleh
pihak bank yang meng-issu kartu.
Ketiga,
bila Anda tidak mampu membayar tagihan kartu seluruhnya pada bulan
berjalan, Anda akan dikenai bunga berbunga. Artinya, bunga yang tidak
dapat Anda bayar pada bulan sebelumnya dikenai lagi dengan bunga yang
sama pada bulan berikutnya. Jadi, tagihan Anda bunga berbunga. Jangan
heran kalau akhirnya Anda dililit hutang seperti yang banyak dialami
orang.
Yah..ini soal pilihan.
Bila Anda memilih pola hidup belanja-tanpa-uang- itu pilihan Anda. Anda
hanya akan rugi dan secara tidak sadar Anda dapat memberikan bunga
belasan, puluhan bahkan ratusan juta rupiah kepada bank yang
mengeluarkan kartu Anda. Bila Anda memilih gaya hidup belanja-
kalau-ada-uang, paling tidak Anda tidak menanggung bunga yang tidak seharusnya Anda tanggung.
Bila Anda merasa butuh kartu, Anda dapat menggunakan kartu kredit yang dikeluarkan oleh bank dengan bunga yang relatif rendah. Misalnya, Anda bisa menggunakan kartu yang dikeluarkan oleh BNI, BRI atau BTN atau bank-bank yang mayoritas sahamnya dimiliki pemerintah. Tidak salah kalau Anda menanamkan uang Anda di bank-bank milik pemerintah tersebut.
Tentu,
masih ada gaya hidup yang lebih baik dari belanja-kalau-ada-uang, yaitu
belanja sesuatu kalau barang tersebut dibutuhkan. Bila Anda memilih
falsafah ini, Anda akan memiliki relatif banyak uang dan keuangan Anda
akan sehat.
Salah satu faktor
yang membuat Eropa Barat menjadi negara kaya di masa lalu karena
falsafah yang satu ini- belanja sesuatu kalau diperlukan.
Dari Kartu Kredit ke Halaman Depan
Copyright 2009-2023 putra-putri-indonesia.com
Berlangganan
Putra-Putri-Indonesia.com (Free)