Memiliki Mentalitas Pengusaha (Enterprenuer)
Sebelum Anda mengambil keputusan untuk menjadi pengusaha (business owner), ada baiknya Anda bertanya sejenak, 'Apakah saya memiliki mentalitas pengusaha?' Banyak orang memutuskan untuk berusaha tanpa mengajukan pertanyaan-pertanyaan mendasar.
Banyak yang mengambil langkah pragmatis. Karena tidak ada pilihan lain atau karena ada tekanan, seseorang harus memilih berusaha tanpa memikirkan jawaban pertanyaan-pertanyaan fundamental mengenai dunia usaha.
Secara alami, setiap orang memiliki mentalitas ini. Orang yang satu hanya berbeda dalam intensitas dengan orang lain. Ada yang memiliki naluri pengusaha yang sangat kuat sedangkan yang lain memiliki naluri bisnis yang biasa-biasa. Masih ada juga yang mengubur naluri ini.
Memiliki Mentalitas Pengusaha (Enterprenuer)
Selain itu, tidak semua orang dilahirkan untuk menjadi pengusaha. Sudah diatur Tuhan siapa yang menjadi pengusaha; siapa yang menjadi pekerja. Keduanya saling melengkapi. Tidak ada yang lebih superior dari yang lain.
Hanya dari fenomena saja bahwa yang satu lebih baik dari yang lain. Pekerja yang melihat pengusaha yang sukses mengira bahwa menjadi pengusaha lebih nyaman. Pengusaha yang melihat pekerja yang professional menyangka menjadi pekerja adalah pilihan yang lebih menarik.
Namun, itu bukan pandangan yang akurat. Setiap pilihan ada konsekuensinya. Pengusaha yang sangat aktif barangkali akan menghabiskan waktunya menjalankan bisnis tanpa ada waktu untuk membaca buku-buku yang bermutu, yang menurut Socrates, adalah pilihan orang-orang bijaksana.
Apapun pilihan yang diambil, wajar memahami makna arti kata "pengusaha" dalam arti yang utuh. Istilah kata "pengusaha" sering dikaitkan dengan status kepemilikan bisnis atau pemegang saham.
Pemegang saham bisa sekaligus jadi direktur atau CEO dari perusahaan. Bila Anda memulai usaha dengan membentuk perseroan terbatas dan juga sebagai pemilik saham mayoritas, Anda bisa menjadi Direktur atau CEO. Siapa yang menjadi CEO atau pimpinan tertinggi dalam perusahaan merupakan kesepakatan antara pemegang saham.
Memiliki Mentalitas Pengusaha (Enterprenuer)
Namun demikian, Anda bisa menjadi CEO atau pimpinan tertinggi dalam perusahaan tanpa memiliki saham satu lembar pun. Para pemilik saham mengangkat Anda sebagai direktur atau CEO karena para pemegang saham menganggap Anda memiliki kemampuan untuk menjalankan perusahaan.
Atasan Anda adalah pemegang saham.
Bila Anda meyakini nilai-nilai religiusitas, Anda masih harus memberi pertanggung-jawaban kepada Tuhan sebagai pemegang saham yang sesungguhnya. Para pengikut agama yang sungguhan umumnya mempunyai pandangan demikian.
Pertanggungjawaban terakhir inilah sebenarnya yang menjadi kunci untuk memahami usaha dalam arti yang luas. Anda mengusahakan apa yang ada di tangan Anda dengan baik dan sepenuh hati.
Anda mengelola usaha dan sedapat mungkin memberikan hasil yang sangat baik dan yang bermanfaat besar kepada pemegang saham, pelanggan, masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan.
Anda hanyalah pengusaha, bukan pemilik usaha yang sesungguhnya. Bila Anda sebagai pimpinan atau pemilik saham- ini hanyalah dalam konteks hukum yang berlaku dalam negara.
Memiliki Mentalitas Pengusaha (Enterprenuer)
Dalam konteks inilah mentalitas pengusaha perlu dimiliki. Bukan semata-mata karena sebagai pemilik bisnis, pemilik saham, direktur atau CEO, tetapi karena memahami bahwa bisnis yang ada di tangan harus dijalankan dengan baik sesuai dengan kaidah-kaidah 'Langit.'
Apakah sebagai pemegang saham sekaligus CEO atau menjadi CEO tanpa memiliki saham- ini hanyalah pilihan.
Tentu, pilihan menjadi pengusaha atau berani membuat keputusan untuk menjalankan bisnis dengan modal yang dimiliki merupakan keputusan yang sangat baik.
Membuat investasi terus menerus bukan untuk menumpuk harta bagi diri sendiri, tetapi untuk mengelola bisnis yang ada di tangan untuk kebaikan pemilik saham, pelanggan, masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan.
Ada beberapa karakter penting yang dibutuhkan untuk menjadi pengusaha. Pertama, memiliki keberanian untuk memulai bisnis termasuk keberanian menanggung resiko bila bisnis tidak berhasil.
Ini salah satu karakter yang sangat penting. Keinginan untuk memiliki usaha mungkin besar, tetapi bila tidak ada keberanian untuk memulai, keinginan hanya sebatas keinginan atau impian. Inilah karakter yang sering ditemukan pada orang yang sudah mencapai "zona nyaman."
Kedua, memiliki ketekunan untuk menjalankan usaha yang sudah dipilih. Seringkali semangat hanya eksis ketika memulai bisnis. Dengan berjalannya waktu dan menipisnya keuangan atau keberhasilan tak kunjung datang, ketekunan pelan-pelan mengendor.
Semangat pun hilang dan bisa berbuntut frustasi dan akhirnya memilih kembali untuk menjadi pekerja. Tidak heran, banyak orang yang memilih untuk berbisnis berhenti di tengah jalan karena tidak memiliki mental untuk terus berjuang.
Ketekunan memang salah satu kunci dalam melakukan apapun. Bahkan saat tidak ada teman yang memberi bantuan atau semangat, Anda harus melakoninya sendirian. "Beberapa orang mengikuti Jalan Tengah dan berhenti di tengah jalan; aku tidak akan melakukan hal ini," kata Confucius.
Karena berbisnis juga merupakan perjalanan spiritual, ada kemungkinan Anda menjalankannya sendirian. Upah menjalankan usaha dengan prinsip-prinsip yang universal hanya bagi mereka yang tekun memilih 'Jalan Tengah' atau 'Jalan Sempit'.
Bila Anda mengambil jalan ke kiri atau ke kanan yang bukan Jalan, sudah pasti Anda tidak mendapatkan apa-apa pada akhir perjalanan hidup Anda.
Ada upah setelah menjalani hidup di dunia ini- apakah sebagai pengusaha atau pekerja. Kebaikan-kebaikan yang dilakukan selama hidup di dunia, yang sesuai dengan Jalan Tengah dan dalam keyakinan kepada Tuhan- ini yang akan menentukan kemuliaan Anda di dunia akhirat. Sempit dan sulit jalan menuju ke 'sana.' (JM)
Copyright 2009-2023 putra-putri-indonesia.com