Hidup Selibat atau Single,
Apakah Baik?



Hidup Selibat

Satu kali saya menghadiri pertemuan keluarga. Saat itu, seorang Pastor juga hadir. Seorang laki-laki berumur 50-an berkata kepada Pastor, "Beruntung kau bah. Dapatmu jabatan pastor itu. Dulu bermimpi menjadi pastor, tetapi aku berhenti di tengah jalan."

Ia pernah masuk ke seminari Katolik, tetapi studinya tidak berlanjut. Ada kisahnya. Gara-garanya minuman anggur. Ketika masih di seminari, ia melihat dosennya minum anggur.

Ia ingin tahu seperti apa minuman anggur itu. Diam-diam ia masuk ke ruang di mana botol minuman itu disimpan. Ia meminumnya dan ketahuan kepada dosennya, yang juga sebagai Pastor di seminari. Ia pun di sidang oleh Pastor itu.

Pastor itu menyebut namanya. "Bonar (bukan nama sebenarnya)?" kata Pastor itu. "Ya, Pastor" jawabnya dengan menatap Pastor seperti sikap menantang.

Pastor kemudian berkata, "Bonar?" dengan berharap Bonar akan menunduk dan mengakui kesalahannya. "Ya Pastor," sahutnya kembali dengan tetap menatap muka Pastor.

Singkat ceritera, ia berhenti kuliah dan cita-cita menjadi pastor pun sirna. Akhirnya, ia pindah kuliah ke universitas dan mengambil jurusan sosial politik di Yogya, kota budaya itu.

Saya tidak tahu apa alasan laki-laki berumur 50-an itu berkata 'beruntung menjadi Pastor.' Apakah ia berpikir kalau menjadi pastor lebih baik dari pada laki-laki yang berstatus suami?

Umumnya, Pastor hidup selibat; tidak menikah. Bikshu juga begitu. Di atas kertas, ia tidak dapat merasakan nikmatnya berhubungan seks secara sah dengan lawan jenis.

Istilah 'foreplay' pun mungkin tak ada dalam pikirannya apalagi mau mempelajarinya; tidak ada wadah untuk menerapkannya. 


Pilihan hidup selibat adalah karunia yang terbaik

Ada prinsip bahwa pilihan untuk tidak kawin lebih baik daripada kawin. Mungkin lebih sedikit masalah yang dihadapi kalau seseorang hidup membujang atau single; tidak banyak tanggungjawab terhadap orang lain.

Ia tak perlu kuatir seperti suami yang harus berpikir bagaimana menafkahi isteri dan anak-anaknya. Juga laki-laki yang hidup single bisa terhindar dari ucapan-ucapan yang tak perlu dari perempuan.

Perempuan yang memilih hidup single juga tidak repot bagaimana menyenangkan suami.

Anda tahulah bahwa dalam hidup berkeluarga tidak lepas dari beragam masalah dengan segala variannya- suami yang otoriter terhadap isteri, isteri yang ingin berkuasa terhadap suami, suami yang tidak menghargai isteri, isteri yang tak menghormati suami dan yang lain.

Masih ada kebiasaan-kebiasaan buruk dari pasangan sehingga pasangan tidak menarik- mengoceh, tidak mau mendengar nasihat, membantah bahkan melawan. Ini hanya beberapa.

Apakah orang yang hidup selibat atau single tidak lepas dari masalah? Tentu, ia tidak lepas dari masalah. Karena dosa telah masuk ke dalam diri manusia, pikiran dan hati rusak.

Tubuh adalah wadah bagi pikiran dan hati untuk beraksi. Nafsu-nafsu lahiriah tidak selalu dapat dibendung. Ini sudah mendarah daging.

Setiap insan yang lahir bahkan ketika masih di rahim ibu sekalipun sudah terjangkit penyakit yang tidak bisa disembuhkan oleh manusia. Tidak ada pengecualian termasuk laki-laki atau perempuan yang memilih hidup single.

Di rumah, sosok yang memilih hidup selibat atau single mungkin tidak banyak menghadapi masalah. Bagaimana kalau ia di kantor atau pertemuan sosial lainnya?

Laki-laki atau gadis yang single tetap bisa sok mengatur atau memerintah. Siapapun bisa sombong atau bersikap arogan.

Ia mungkin tidak menunjukkan sikap-sikap itu di rumah, tetapi kecenderungan itu selalu bisa muncul di manapun.

Yang membedakan adalah tidak selalu ada orang menyaksikan kecenderungan tindakan buruk ketika di rumah karena ia memilih hidup sendiri.

Paling-paling hanya nyamuk, cicak atau semut yang mendengar perkataan yang sia-sia atau sikap-sikap yang dapat mengeringkan tulang.

Dan ketika berinteraksi dengan orang lain, ia tetap akan mengungkapkan  kondisi hati dan pikiran hati yang rusak bila ia melihat sesuatu yang tidak beres.
 

Ada orang yang diberi karunia hidup single.

Saya tidak mau mengatakan bahwa tidak mungkin hidup selibat. Ada orang-orang tertentu yang diberi karunia untuk dapat hidup single.

Ada yang bisa menahan nafsu kebutuhan seksnya. Ia tidak melacur dengan perempuan tuna susila atau kumpul kebo dengan perempuan lain.

Ada gadis single tidak mencari laki-laki seperti gigolo untuk memuaskan hasrat badaninya. Mereka dapat menjaga diri dan tetap hidup sendiri tanpa terganggu oleh perlunya kebutuhan seks.

Ada yang sadar mengambil keputusan itu seperti Pastor atau bikshu. Ada yang memilih hidup single karena selalu gagal bercinta. Setiap jatuh cinta selalu ditolak. Akhirnya, pilihan yang terbuka adalah hidup sendiri.

Hidup selibat merupakan karunia yang terbaik menurut John Calvin sekalipun itu bukan disain awal manusia dicipta.

Laki-laki tidak sempurna tanpa perempuan; perempuan tidak sempurna tanpa laki-laki. Laki-laki adalah separuh dari esksitensi manusia; perempuan juga setengah dari eksistensi manusia.

Perempuan adalah penolong bagi laki-laki. Itu disain awal pernikahan.

Setelah manusia jatuh ke dalam dosa, prinsip bahwa perempuan-sebagai- penolong tidak mungkin lagi dicapai sehingga perkawinan menjadi solusi untuk mencegah hubungan seks yang tidak sah. (JM)


Copyright 2009-2023 putra-putri-indonesia.com