Apakah prinsip jangan mencuri hanya berlaku di organisasi atau
perusahaan? Anda mungkin akan mengatakan tidak; saya juga
mengatakan'tidak.'
Tadi siang saya makan siang di rumah makan Menado, yang berlokasi kira-kira 50 meter dari Wisma 46 Kota BNI. Saya memesan ikan tude lengkap dengan sayur toge, bumbu khas Manado, dan sup ikan. Saya memperhatikan sendok makannya. Sendoknya tips. Dan ketika saya gunakan mengambil ikan, sendoknya langsung bengkok.
Sambil tetap mencicipi makanan, terlintas ide bagaimana agar pelanggan tetap menikmati sajian dari rumah makan Menado ini.
Selesai makan, saya berbicara langsung kepada kasirnya. Saya usulkan agar sendok makannya diganti dengan sendok yang tidak mudah bengkok. Saya kaget mendengar jawaban kasir. "Di sini sendok makan bisa hilang," kata kasir dengan logat Menado. "Kami memutuskan untuk tidak menggunakan sendok yang bagus sebab sendok kami sering hilang," jawabnya. Prinsip jangan mencuri diabaikan oleh beberapa pelayan di 'food court' ini.
Itulah sekilas kondisi etika di food court dekat Wisma 46 Kota BNI ini; bahwa mengambil milik orang lain tidak hanya terjadi di kalangan atas, tetapi juga di kalangan bawah.
Tidak perduli apakah seseorang pelayan di rumah makan atau pekerja di kantor, pimpinan atau bawahan, berpendidikan tinggi atau rendah, bergelar atau tidak, orang di kota atau di desa- keinginan mengambil milik orang lain melekat secara alami pada setiap orang.
Tidak ada yang kebal. Ketika kesempatan datang, tindakan mengambil-milik-orang-lain bisa muncul, sikap yang bertolak belakang dengan prinsip 'Jangan Mencuri'.
Tindakan yang buruk memang tidak selalu muncul pada setiap keadaan. Tidak semua perilaku tidak etis selalu muncul ke permukaan.
Seseorang tidak mencuri bukan karena ia tidak mau mencuri. Bisa saja karena ia belum dapat kesempatan. Bisa juga seseorang tidak mau mencuri karena nilai yang mau dicuri tidak sebanding dengan usaha mencurinya atau nilai yang akan dicuri tidak menarik bila dibandingkan dengan hukuman yang bakal diterima bila tindakannya ketahuan di kemudian hari.
Berbagai alasan rasionil bisa muncul sehingga seseorang mengurungkan niat untuk mencuri. Ketika kesempatan ada, keinginan mencuri tak terbendung. Segala resiko bisa dikelola dan ditanggung- untuk mengambil milik orang lain tanpa sungkan bahkan sampai menekan suara hati nuraninya sekalipun.
Seperti ceritera di atas, mengambil sendok makan orang lain pun dilakukan. Ia akan mengabaikan perintah 'jangan mencuri' sekalipun ia tahu bahwa larangan itu datang dari Langit.
Bagaimana mematikan atau mengekang sikap tidak-mengambil-milik-orang-lain ini dari diri? Ini bukan perkara mudah. Sekalipun telah mendengar petuah-untuk-tidak-mencuri ratusan kali- ini tidak menjamin seseorang untuk tidak mengambil milik orang lain.
Watak memang akan diuji, khususnya dalam kurun waktu yang panjang. Apakah bisa menahan diri dari tindakan untuk tidak mengambil milik orang lain termasuk mengambil sendok makan yang
harganya hanya beberapa ribu rupiah sekalipun? Waktu akan menguji.
Link Terkait
Menilai Tinggi Kecerdasan Melalui Pendidikan
Beberapa Tujuan Pendidikan yang Pernah Muncul dalam Sejarah
Manusia Sebagai Fokus Pendidikan
Tanggung Jawab dan Peran Orang Tua dalam Pendidikan
Kecakapan Dasar yang Anda Perlukan untuk Berkiprah di Dunia Kerja
Melatih Pikiran dengan Membaca
Mata Kuliah Filsafat: 'Nutrisi' untuk Pikiran
Akibat Salah Memilih Jurusan di Perguruan Tinggi
Kapan Masa Berlaku Sebuah Gelar Akademis?
Jangan Pernah Berhenti Belajar
Copyright 2009-2023 putra-putri-indonesia.com
Berlangganan
Putra-Putri-Indonesia.com (Free)