Bagi Anda yang saat ini berumur 40-an mungkin terlintas ide untuk mengambil pensiun dini.
Apalagi karir Anda juga tidak bagus, tidak ada lagi peluang promosi, dan gairah kerja menurun- pensiun dini adalah salah satu opsi yang menarik.
Penulis ingin membagi satu kisah yang saya dengar beberapa hari lalu. Kisah ini mungkin bisa menolong Anda untuk melihat sisi posisif pensiun dini.
Pada pertemuan yang dihadiri kira-kira tiga puluh siswa/i SMA, pembicara Calvin Bangun mengajukan satu pertanyaan yang menarik, "Berapa umur Anda?"
Anak remaja umumnya menjawab dengan enteng, "Baru 16 tahun, Pak?" atau 'Baru 17 tahun, Pak" atau menyebut angka lain.
Namun, bila pertanyaan yang sama diajukan kepada orang tua, mereka akan menjawab, "Sudah 50, 60 atau 70 tahun," dengan nada agak berat atau datar.
Mengapa remaja menggunakan kata baru sedangkan orang tua menggunakan kata sudah? Anak remaja dan orang tua melihat umur dengan sudut pandang yang berbeda.
Orang tua paham bahwa liang kubur sudah dekat; hidup tidak lama lagi dan ajal kematian sudah dekat. Bagi mereka, semakin banyak umur semakin sedikit waktu yang sisa.
Bila sekarang berumur 50 tahun, peluang hidup mungkin 20 tahun lagi. Bila sudah 60 tahun, peluang hidup mungkin 10 tahun lagi.
Bila sudah 70 tahun, peluang hidup mungkin hanya beberapa tahun lagi. Kira-kira begitu kalkulasi sederhana menghitung sisa hidup.
Anak remaja umumnya tidak memberikan respon seperti yang diberikan orang tua. Mereka menganggap bahwa hidup masih panjang.
Mereka melihat orang-orang yang sudah tua- kakek, nenek, orang tua, dosen, kenalan atau tetangga yang berumur panjang dengan uban di kepala, wajah yang keriput dan menganggap bahwa umur mereka akan panjang juga. Apakah demikian?
Siapapun tidak bisa menjamin usia sampai 70 tahun. Memang manusia bisa hidup sampai 70 tahun; kalau ada bonus, manusia bisa hidup sampai 80 tahun.
Namun, usia tidak bisa dipastikan. Bila orang lain bisa hidup sampai delapan puluh tahun- itu belum tentu terjadi bagi Anda dan saya. Hari ini Anda hidup, besok bisa mati.
Ada saja penyebabnya- disambar petir, ditabrak motor, ditimpa reruntuhan karena gempa, hanyut terbawa arus banjir atau ditelan tsunami seperti yang pernah di Aceh.
Nyawa bisa melayang dengan berbagai cara. Tak satu pun di antara kita yang mampu menentukan umur atau kapan kita maunya mati.
Immanuel Kant pernah mengajukan empat pertanyaan penting yang harus dijawab manusia dan salah satu pertanyaan adalah 'apa yang seharusnya saya lakukan?' Jawaban bisa beragam.
Misalnya, kalangan pragmatis akan menjawab, 'pekerjaan yang harus saya
lakukan adalah pekerjaan yang menghasilkan keuntungan atau uang,"
seperti pekerjaan sehari-hari di kantor.
Orang Yunani Kuno
menjawab lain. Bagi para pemikir orang Yunani Kuno, pekerjaan alami
seperti pekerjaan di kantor atau pekerjaan apa saja yang dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan phisik adalah pekerjaan yang paling rendah. Orang
yang bekerja demikian tidak beda dengan binatang.
Binatang memang
mempunyai siklus hidup sederhana: mencari makan di siang hari, tidur
pada malam hari dan kemudian mati pada suatu saat. Manusia bukan.
Manusia eksis dan tidak akan berhenti eksis.
Kalaupun manusia mati- itu hanya sementara saja. Tubuh dan nyawa orang meninggal akan disatukan kembali dan kemudian, masuk ke eksistensi yang tiada henti-hentinya.
Oleh karena itu, eksistensi manusia termasuk pekerjaannya patut dilihat
dari sisi ini sehingga pekerjaan bukan sekedar menghidupi kebutuhan
phisik.
Ada benarnya sebagian kata bijak para pemikir Yunani kuno itu; hidup bukan sekedar memenuhi kebutuhan hidup dan mengumpulkan harta untuk kebutuhan keluarga dan persiapan di hari tua.
Bila demikian, kita menurunkan 'kasta' kita
ke level binatang. Oleh karena itu, pekerjaan pantas mendapat perhatian
serius dan bertanya, "Pekerjaan apa yang seharusnya kita lakukan untuk
waktu yang sisa?"
Saya melihat raut wajah para remaja yang hadir
di pertemuan itu. Ada yang menatap pembicara dengan serius. Ada
yang manggut-manggut.
Muncul kesan bahwa tahun-tahun hidup memang tidak dapat dilewatkan begitu saja; setiap tahun, bulan, minggu, hari, jam, menit dan detik sangat berarti. Mereka 'dibangunkan' oleh pertanyaan sederhana, "Berapa umur Anda?"
Bagaimana Anda menjawabnya? Apakah Anda akan menjawab,
"Umur saya masih 20 tahun, masih 30 tahun atau masih 40 tahun." Atau
kita menjawab, "Umur saya sudah 20, sudah 30 atau sudah 40 tahun?"
Yang
Di Atas memang tidak memberi tahu umur setiap orang. Tuhan tidak
memberikan sinyal lewat mimpi, tanda-tanda aneh atau lewat peristiwa
unik. Tidak ada juga formula khusus untuk menghitungnya.
Tak
seorangpun tahu kapan Anda kembali kepada Tuhan. Ini rahasia Tuhan yang
tidak pernah dibeberkan kepada siapapun bahkan kepada malaikat
sekalipun.
Tuhan sabar menunggu respon setiap orang. Namun,
kadang ia memberikan 'shock therapy' dengan 'memanggil' seseorang dengan
sambaran petir, tsunami, gempa, penyakit, kecelakaan atau apa saja
untuk mengingatkan manusia bahwa hidup tidak di tangan Anda dan saya.
Anda tentu tidak mau dijemput Sang Ilahi secara mendadak seperti
anak buah yang tiba-tiba diminta menghadap kepada atasan.
Anda tidak mau nyawa melayang begitu saja tanpa meninggalkan pesan-pesan sama istri dan anak. Kita berharap kembali ke asal dengan tenang dan meninggalkan keluarga pada kondisi yang aman.
"Berapa umur Anda?" Apa yang akan Anda lakukan di sisa hidup Anda?" Ini pertanyaan yang tidak mudah dijawab, khususnya bagi yang sudah menikmati "comfort zone" yang 'tebal'.
Pensiun dini bisa jadi pilihan menarik, tapi mengadung resiko. Jadi, pertimbangkanlah masak-masak sebelum membuat keputusan.
Link Terkait:
Sepuluh Kecakapan Dasar yang Anda Perlukan
Bagaimana Memilih Karir dan Mengenal Panggilan Hidup Anda?
Bagaimana Gaji Pokok Anda Ditentukan Perusahaan?
Kapan Sebaiknya Mengambil Pensiun Dini?
Pekerjaan Apa yang Menarik bagi yang Telah Mencapai Usia Pensiun?
Jangan Pernah Berhenti Belajar
Copyright 2009-2023 putra-putri-indonesia.com
Berlangganan
Putra-Putri-Indonesia.com (Free)
Tips Meningkatkan Motivasi Hidup Anda